Jumat, 16 Agustus 2013

Analisa Laporan Keuangan Bank Aceh


Analisis Laporan Keuangan Publikasi Bank Aceh Per 30 Juni 2013 & 30 Juni 2012
Ada beberapa rasio keuangan yang digunakan untuk menghitung profitabilitas suatu perusahaan, adapun rasio yang digunakan dalam laporan keuangan Bank Aceh adalah sebagai berikut:
1)   Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah merupakan salah satu indikator untuk menilai kinerja fungsi bank. Salah satu fungsi bank adalah sebagai lembaga intermediary atau penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Bank Indonesia (BI) melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) menetapkan bahwa rasio kredit bermasalah (NPL) adalah sebesar 5%. NPL Bank Aceh berdasarkan Laporan Keuangan Publikasi tanggal 30 Juni 2013 dan 30 Juni 2012 mengalami penurunan baik NPL Gross sebesar 0.48% maupun NPL Net sebesar 0.68%. Hal ini menunjukkan bahwa NPL Bank Aceh berada di posisi yang bagus yaitu dibawah 5% sebagaimana yang telah di tetapkan oleh Bank Indonesia.
2)   Rasio profitabilitas mengukur efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari pinjaman dan investasi. Indikator yang  digunakan untuk mengukur kinerja profitabilitas Bank Aceh dalam laporan keuangan publikasi ini adalah ROE (Return on Equity) yaitu rasio yang menggambarkan besarnya kembalian atas total modal untuk menghasilkan keuntungan. Disini ROE mengalami penurunan di Tahun 2013 yaitu sebesar 0.1%. ROA (Return on Assets) yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan dari keseluruhan aktiva yang ada dan yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan. ROA Bank Aceh di tahun 2013 juga mengalami penurunan yaitu sebesar 0.58%. Profitabilitas Bank Aceh secara keseluruhan mengalami penurunan selama tahun 2013 meskipun Laba Bersih setelah pajak mengalami kenaikan, namun kenaikan laba bersih tidak signifikan dibandingkan dengan kenaikan aset dari tahun 2012 ke tahun 2013.
3)   BOPO (Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) adalah kelompok rasio yang mengukur efisiensi dan efektivitas operasional suatu perusahaan dengan jalur membandingkan satu terhadap lainnya. Berbagai angka pendapatan dan pengeluaran dari laporan rugi laba dan terhadap angka-angka dalam neraca. Rasio biaya operasional adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rasio biaya operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan Bank baik dalam melakukan kegiatan operasi. Semakin rendah BOPO berarti semakin efisien bank tersebut dalam mengendalikan biaya operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh bank akan semakin besar. BOPO Bank Aceh pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 2.11%. Hal ini bearti pihak manajemen semakin bagus dalam mengendalikan biaya operasionalnya dibandingkan dengan Tahun 2012.
4)   Marjin bunga bersih (NIM) adalah ukuran perbedaan antara bunga pendapatan yang dihasilkan oleh bank atau lembaga keuangan lain dan nilai bunga yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman mereka (misalnya, deposito), relatif terhadap jumlah mereka (bunga produktif) Aset. Hal ini mirip dengan margin kotor perusahaan non-finansial.
Hal ini biasanya dinyatakan sebagai persentase dari apa lembaga keuangan memperoleh pinjaman dalam periode waktu dan aset lainnya dikurangi bunga yang dibayar atas dana pinjaman dibagi dengan jumlah rata-rata atas aktiva tetap pada pendapatan yang diperoleh dalam jangka waktu tersebut (yang produktif rata-rata aktiva).
Di tahun 2013 NIM Bank Aceh juga mengalami penurunan yaitu sebesar 0.42%.
Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar kembali kewajiban kepada nasabah yang telah menanamkan dananya dengan kredit-kredit yang telah diberikan kepada para debiturnya. Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan rasio perbandingan antara jumlah dana yang disalurkan ke masyarakat (kredit) dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Ini menggambarkan kemampuan bank membayar kembali penarikan yang dilakukan nasabah deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Di tahun 2013 LDR Bank Aceh mengalami penurunan sebesar 15.75%. Loan to Deposit Ratio menjadi alat ukur terhadap fungsi intermediasi perbankan. Semakin tinggi indikator ini maka semakin baik pula perbankan melakukan fungsi intermediasinya, demikian pula sebaliknya semakin rendah indikator ini maka semakin rendah pula perbankan melakukan fungsi intermediasinya. Berdasarkan definisi di atas, Loan to Deposit Ratio Bank Aceh mengalami penurunan dan hal ini menunjukkan semakin rendah perusahaan melakukan fungsi intermediasinya. Loan to Deposit Ratio dapat juga digunakan untuk menilai strategi manajemen sebuah bank. Manajemen bank yang konservatif biasanya cenderung memiliki Loan to Deposit Ratio yang relatif rendah, sebaliknya manjemen bank yang agresif memiliki Loan to Deposit Ratio yang tinggi atau melebihi batas toleransi. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Loan To Deposit Ratio (LDR) merupakan kemampuan Bank dalam membayar kembali dana penarikan yang telah dilakukan oleh deposan dengan mengandalkan kredit untuk mengetahui tingkat likuidasinya.

Analisa Laporan Keuangan Bank Aceh


Analisis Laporan Keuangan Publikasi Bank Aceh Per 30 Juni 2013 & 30 Juni 2012
Ada beberapa rasio keuangan yang digunakan untuk menghitung profitabilitas suatu perusahaan, adapun rasio yang digunakan dalam laporan keuangan Bank Aceh adalah sebagai berikut:
1)   Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah merupakan salah satu indikator untuk menilai kinerja fungsi bank. Salah satu fungsi bank adalah sebagai lembaga intermediary atau penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Bank Indonesia (BI) melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) menetapkan bahwa rasio kredit bermasalah (NPL) adalah sebesar 5%. NPL Bank Aceh berdasarkan Laporan Keuangan Publikasi tanggal 30 Juni 2013 dan 30 Juni 2012 mengalami penurunan baik NPL Gross sebesar 0.48% maupun NPL Net sebesar 0.68%. Hal ini menunjukkan bahwa NPL Bank Aceh berada di posisi yang bagus yaitu dibawah 5% sebagaimana yang telah di tetapkan oleh Bank Indonesia.
2) Rasio profitabilitas mengukur efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari pinjaman dan investasi. Indikator yang  digunakan untuk mengukur kinerja profitabilitas Bank Aceh dalam laporan keuangan publikasi ini adalah ROE (Return on Equity) yaitu rasio yang menggambarkan besarnya kembalian atas total modal untuk menghasilkan keuntungan. Disini ROE mengalami penurunan di Tahun 2013 yaitu sebesar 0.1%. ROA (Return on Assets) yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan dari keseluruhan aktiva yang ada dan yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan. ROA Bank Aceh di tahun 2013 juga mengalami penurunan yaitu sebesar 0.58%. Profitabilitas Bank Aceh secara keseluruhan mengalami penurunan selama tahun 2013 meskipun Laba Bersih setelah pajak mengalami kenaikan, namun kenaikan laba bersih tidak signifikan dibandingkan dengan kenaikan aset dari tahun 2012 ke tahun 2013.
3)   BOPO (Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) adalah kelompok rasio yang mengukur efisiensi dan efektivitas operasional suatu perusahaan dengan jalur membandingkan satu terhadap lainnya. Berbagai angka pendapatan dan pengeluaran dari laporan rugi laba dan terhadap angka-angka dalam neraca. Rasio biaya operasional adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rasio biaya operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan Bank baik dalam melakukan kegiatan operasi. Semakin rendah BOPO berarti semakin efisien bank tersebut dalam mengendalikan biaya operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh bank akan semakin besar. BOPO Bank Aceh pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 2.11%. Hal ini bearti pihak manajemen semakin bagus dalam mengendalikan biaya operasionalnya dibandingkan dengan Tahun 2012.
4)  Marjin bunga bersih (NIM) adalah ukuran perbedaan antara bunga pendapatan yang dihasilkan oleh bank atau lembaga keuangan lain dan nilai bunga yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman mereka (misalnya, deposito), relatif terhadap jumlah mereka (bunga produktif) Aset. Hal ini mirip dengan margin kotor perusahaan non-finansial.
Hal ini biasanya dinyatakan sebagai persentase dari apa lembaga keuangan memperoleh pinjaman dalam periode waktu dan aset lainnya dikurangi bunga yang dibayar atas dana pinjaman dibagi dengan jumlah rata-rata atas aktiva tetap pada pendapatan yang diperoleh dalam jangka waktu tersebut (yang produktif rata-rata aktiva).
Di tahun 2013 NIM Bank Aceh juga mengalami penurunan yaitu sebesar 0.42%.
Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar kembali kewajiban kepada nasabah yang telah menanamkan dananya dengan kredit-kredit yang telah diberikan kepada para debiturnya. Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan rasio perbandingan antara jumlah dana yang disalurkan ke masyarakat (kredit) dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Ini menggambarkan kemampuan bank membayar kembali penarikan yang dilakukan nasabah deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Di tahun 2013 LDR Bank Aceh mengalami penurunan sebesar 15.75%. Loan to Deposit Ratio menjadi alat ukur terhadap fungsi intermediasi perbankan. Semakin tinggi indikator ini maka semakin baik pula perbankan melakukan fungsi intermediasinya, demikian pula sebaliknya semakin rendah indikator ini maka semakin rendah pula perbankan melakukan fungsi intermediasinya. Berdasarkan definisi di atas, Loan to Deposit Ratio Bank Aceh mengalami penurunan dan hal ini menunjukkan semakin rendah perusahaan melakukan fungsi intermediasinya. Loan to Deposit Ratio dapat juga digunakan untuk menilai strategi manajemen sebuah bank. Manajemen bank yang konservatif biasanya cenderung memiliki Loan to Deposit Ratio yang relatif rendah, sebaliknya manjemen bank yang agresif memiliki Loan to Deposit Ratio yang tinggi atau melebihi batas toleransi. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Loan To Deposit Ratio (LDR) merupakan kemampuan Bank dalam membayar kembali dana penarikan yang telah dilakukan oleh deposan dengan mengandalkan kredit untuk mengetahui tingkat likuidasinya.

Kamis, 18 Juli 2013

Kasus Kekecewaan Pelanggan Terhadap iPhone Apple

Kasus Kekecewaan Pelanggan Terhadap iPhone Apple
Pada tanggal 5 September 2007, Steve Jobs, CEO Appel Inc, mengumumkan bahwa iPhone berhasil akan mengurangi harga menjadi $200 dari $599, dibandingkan harga dalam dua bulan sebelumnya. Beberapa hari kemudian mereka menerima ratusan e-mail dari pelanggan yang merasa kecewa. Dua hari kemudian, mereka menawarkan pelanggan awal yang membayar kredit dengan harga penuh $100 baik di Apple,toko ritel dan online. Apakah keputusan ini untuk mengurangi penurunan harga  200, dan cara melakukannya, yang sesuai dari segi etika?
Jika manajemen Appel telah menggunakan  Sniff Test sebelum keputusan dibuat, mereka mungkin telah sampai pada kesimpulan bahwa mereka takkan bangga atau nyaman dengan itu. Demikian pula, mereka mungkin telah menemukan bahwa penurunan harga mungkin telah menyinggung kode etik Appel untuk pelayanan pelanggan.
Jika
Appel telah mempertimbangkan dampak stakeholder terhadap keputusan yang dibuat, mereka akan menyadari bahwa, konsumen masa lalu akan paling berpengaruh, reputasi Appel juga akan buruk, dan yang dapat mempengaruhi konsumen masa depan. Selain itu, banyak di antara karyawan Appel telah tertarik dengan reputasi Apple kuat untuk memberikan solusi inovatif berkualitas tinggi, mereka  mempertanyakan motivasi perusahaan, apakah untuk menurunkan loyalitas dan komitmen.
Jika karyawan Appel telah diterapkan filosofi tradisional test etika, mereka akan menemukan hal-hal sebagai berikut:

Konsekuensialisme.
Dari perspektif keuntungan,
Appel mengharapkan lebih untuk mengimbangi $200 per unit penurunan marjin dengan keuntungan dalam volume penjualan. Untuk iPhone saja, ini mungkin benar, tetapi Appel memiliki banyak produk yang akan dibeli oleh pelanggan lain yang bisa terpengaruh secara negatif dan yang akan melihat keputusan sebagai penurunan harga oportunistik dari harga awal yang sangat tinggi.

Masalah Tugas, hak, dan
Keadilan
Eksekutif  Apple memiliki kewajiban untuk membuat keuntungan, asalkan melakukannya tidak melanggar hukum. Dalam hal ini, pelanggan awal iPhone mungkin memiliki hak kekuatan hukum untuk menuntut praktek yang tidak adil, tetapi tindakan individu akan jauh lebih mungkin dibandingkan class action. Sementara hasilnya adalah masalah spekulasi, prospek tekanan yang dapat merusak citra Appel, citra merupakan suatu hal yang harus diperhatikan.

Kebajikan diharapkan
Menurut Appel, pelanggan dan karyawan, pekerjaan memiliki gambar seorang teknisi yang jenius berpandangan jauh yang telah didorong untuk memberikan nilai yang besar bagi stakeholder, dan gambar ini telah dipindahkan ke Appel itu sendiri. Bagi banyak pemangku kepentingan, penurunan harga $200 tidak cocok dengan harapan telah datang ke harapkan dari pekerjaan atau Appel.
Apple mungkin juga telah menggunakan pertanyaan yang dikembangkan dalam kerangka tucker dimodifikasi untuk test yang diusulkan penurunan harga $200.
Appel harus mempertimbangkan $200 penurunan harga menjadi tidak adil dan tidak bijaksana tanpa mitigasi bagi pembeli awal iPhone. Apakah kredit sebesar $100 yang memadai, dan pemanfaatan terbatas yang tepat? Analisis lain bisa dijalankan, dan solusi suara tiba di dalam berulang fashion, menerapkan imajinasi moral yang mana mungkin. Dalam hal ini kemungkinan bahwa penghakiman akan harus diterapkan. Waktulah yang akan menentukan.